Nonton Sinetron Dunia Tv Terbaik Ceritanya VIRAL



AKU RELA PURA-PURA JADI TUYUL
By : Eddy Swan

MENYESAL
Terkadang aku merasa menyesal dengan apa yang pernah aku lakukan selama ini. Namun apa daya, syetan mungkin telah lama bersemayam dalam diriku. Sholat ibadah wajib yang seharusnya menjadi kewajibanku, tak pernah aku lakukan lagi. Aku benar-benar menjadi seorang muslimah hanya dalam data ktp. Selebihnya itu, tidak. Aku sedih, kenapa Tuhan tidak begitu adil terhadapku. Mengapa kemiskinan lahiriah terus-menerus menempel dalam hidupku, bahkan kemiskinan hati ikut pula merasuk dalam hatiku. Dan mengapa pula aku mendapat suami yang seiring sejalan denganku. Mengapa suamiku tak pernah mencegahku dalam perbuatan jahat. Mengapa suamiku tak pernah pula menasehatiku dengan balutan agama? Mungkin pikiran itu selintas datang menghinggapiku, namun kemudian pergi terbang bersama angin, hingga akhirnyapun aku lupa dan tak ingat lagi.
Aku menulis ini, ketika prosentase kebaikan sedang baik-baiknya berpihak kepadaku. Aku ingin membagi pengalaman hidupku, sebagai cermin dan instrospeksi kehidupanku. Mungkin ada yang pernah mengalami sepertiku, mungkin juga tidak sama sekali.
BUNGSU
Aku perempuan bungsu dalam keluargaku, suamiku juga bungsu dalam keluarganya. Sehingga kami mungkin cocok sebagai pasangan hidup yang masih banyak membutuhkan kemanjaan dari orang tua kami masing-masing. Dan memang benar adanya, orang tuaku selalu memberikan perhatian lebih kepadaku, aku tidak tahu kenapa, apa karena aku bungsu, atau apa karena aku dan suamiku keluarga miskin, sehingga orang tuaku merasa kasihan terhadap kami? Demikian juga suamiku, masih sering merengek-rengek minta sesuatu kepada orang tuanya. Mungkin hal ini kalau dilihat orang lain, mungkin tidak lazim, tapi bagiku tidak, kami menganggap ini adalah perwujudan rasa sayang orang tua kepada kami berdua yang sama-sama anak bungsu.
ORANG BERADA
Orang tuaku dulu, sebenarnya orang berada, punya usaha dagang yang cukup ramai dan maju di pasar. Hingga bisa membantu menyekolahkan adik-adiknya hingga lulus sekolah lanjutan atas. Namun, ketika pasarnya direlolaksi oleh pemda kabupaten (jaman orde baru dulu, yang semuanya harus nurut, tidak boleh macam-macam), segalanya berubah. Pasar baru relokasi, sepi, penghasilan orang tuaku turun drastis. Untungnya adik-adiknya ibuku sudah lulus sekolah semua. Sehingga beban orang tuaku sedikit berkurang. Dan  persoalan baru muncul, ketika kami anak-anaknya juga mulai membutuhkan biaya sekolah yang tidak sedikit. Kulihat ibuku sering sembab matanya habis menangis, ketika kutanya, ibuku jawab tidak apa-apa. Tapi kulihat raut sedih dimukanya. Dengan tertatih-tatih orang tuaku tetap bertahan hidup untuk menghidupiku kami.

OMONG KOSONG
Adik-adik ibuku yang dulu dibantu sekolahnya, sudah mulai mapan kehidupannya. Masing-masing sudah bekerja dan mempunyai kehidupan yang lebih baik. Ketika kakakku lulus sekolah lanjutan atas, ada sedikit harapan dari ibuku kepada adik-adiknya, supaya bisa membantu membiayai kuliah kakakku, dengan harapan lulus kuliah bisa mengangkat derajat orang tua kembali. Semuanya menjanjikan ingin membantu, bahkan akan mencarikan pekerjaan buat kakakku. Namun ternyata semuanya itu hanya janji-janji belaka, omong kosong dan PHP Belaka. Tidak ada satupun dari adik-adik ibuku yang peduli. Mereka mungkin sudah lupa dengan perjuangan ibuku. Mereka bagai kacang yang telah lupa dengan kulitnya. Mereka mungkin menganggap bantuan ibuku merupakan suatu kewajiban kakak terhadap adiknya. Mereka juga menganggap kebaikan yang pernah ibu lakukan terhadap adik-adiknya adalah bagian masa lalu, bukan bagian masa depan mereka, yang tak perlu harus dibalas. Ibuku kecewa dengan sikap adik-adiknya, namun hanya sebatas kecewa seorang kakak terhadap adiknya. Tidak demikian dengan kakakku, aku merasakan betapa aura kecewanya yang sangat dalam dalam dirinya. Aku tahu, betapa besar motivasi kakakku ingin kuliah. Aku tahu, waktu sekolah, sebenarnya kakakku seorang yang pandai. Hingga kinipun aku masih merasakan gurat-gurat kekecewaan kakakku terhadap adik-adik ibuku. Kecewa dengan janji-janji adik-adik ibuku, yang ingin membantu biaya kuliah kakakku, namun semua itu nonsense, omong kosong. Dan ada seorang adik ibuku, yang lebih mementingkan membiayai kuliah calon istrinya daripada keponakannya sendiri (kakakku), yang lebih dahulu dijanjikan dengan janji-janji muluk dan manis.
KAKAK YANG PENYAYANG
Kakakku menganggur lama, akhirnya tidak jadi kuliah karena orang tuaku tidak punya biaya (karena pasar sepi), hingga akhirnya kakakku merantau untuk bekerja sebagai kuli pabrik dan janji-janji adik-adik ibuku yang pernah dia dan ibuku harapkan, memang hanya isapan jempol belaka. Kakakku seorang yang perhatian kepada orang tua, kakakku juga seorang pekerja keras. Hasil kerjanya sebagai kuli pabrik dirantau dia dedikasikan untuk orang tua. Segala kebutuhan orang tuaku dan biaya sekolahku, dia yang menanggung. Aku salut dengan kakakku.
JANJI KEDUA
Ketika aku lulus sekolah lanjutan atas, adik ibuku kembali menjanjikan kepada ibuku. Kalau aku mau dibiayai kuliah dan juga akan dicarikan pekerjaan. Tapi ibuku, antara berharap dan tidak berharap, hanya mengatakan, janjimu itu jangan membuat orang kecewa lagi, janjimu jangan hanya sekedar hiasan dibibirmu. Adik ibuku hanya terdiam. Dan memang janji yang kedua tersebut, juga tidak pernah terwujud sama sekali.
BEKERJA
Demikian halnya kakakku yang telah bekerja menjadi kuli pabrik, akupun bekerja jadi penjaga toko. Untung aku bukan seorang yang pandai waktu sekolah, jadi aku tidak berharap sangat untuk kuliah. Dan ketika aku mendengar janji adik ibuku, aku hanya tersenyum simpul. Ingatanku kembali pada raut wajah kakakku. Betapa kecewanya kakakku, hingga aku pernah mendengar omongannya, kalau memang tidak berniat menjanjikan sesuatu, jangan diucapkan, kasihan dengan orang yang memang sangat berharap. Aku tahu kakakku masih mememdam rasa kecewa itu, dan akhirnya aku paham, kalau adik ibuku memang tidak berniat membalas budi baik ibuku. Mungkin sayang dan rugi kalau uangnya terpakai buat keponakannya.
Aku bekerja tidak lama, aku pacaran dengan mantan kakak kelasku, yang bekerja menjadi satpam. Ketika kakakku masih berjibaku membantu orang tua, meski sudah menikah. Aku malah menikah muda. Hasil keringatku dari bekerja, baru aku nikmati sendiri, belum sampai aku bagi dengan orang tua.
BANGKRUT
Semenjak pasar sepi dan usahanya bangkrut, orang tuaku tidak lagi berjualan di pasar. Oleh kakakku, orang tuaku dimodali membuka warung rokok kecil-kecilan di depan rumah.  Sembari ngewarung, orang tuaku juga momong anak kakakku. Sedang kakakku dan suaminya ngontrak dekat kawasan pabrik.
AKU MENIKAH
Ketika aku nikah, warung orang tuaku terpaksa dibongkar sementara, dan calon suamiku berjanji nanti akan membangunnya kembali. Kenapa di bongkar? Karena akan dipakai untuk lokasi tamu undangan dan hiburan organ tunggal. Aku yang sudah terbius oleh cinta calon suamiku, tidak menyadari kalau calonku itu lebih banyak omong dan berkoar, daripada kenyataannya. Bahkan calonku itu, berani utang sama kakakku, meski belum sah menjadi saudara iparnya. Tapi apa daya, aku sudah terlanjur cinta mati dengannya. Jadi aku mesti mendukung langkahnya. Ketika merancang pernikahan, akupun berharap calonku bisa memberiku pesta pernikahan yang agak wah, meski kondisi keuangan orang tuaku tidak memungkinkan untuk itu. Dan calonku, sanggup memenuhi permintaanku itu, dengan cara meminjam koperasi tempatnya bekerja. Bahkan dia juga merencanakan akan menggelar pesta pernikahan kami yang kedua di rumah orang tuanya, untuk menunjukkan kepada mantan pacarku yang tinggalnya dekat rumah orang tuanya, bahwa dia mampu dan kaya. Tapi apa daya, peminjaman di koperasi tidak dikabulkan, karena prosesnya yang mendadak dan tidak mungkin disetujui dalam waktu cepat. Dan calonku cuek dan tenang saja, padahal aku dan orang tuaku pusing memikirkan biaya pernikahan kami. Ketika Pak RT, orang yang kami percaya, menanyakan hal tersebut, beliau hanya geleng-geleng kepala saja. Ujung-ujungnya, calonku menyarankanku untuk pinjam uang sama kakakku saja, bayarnya bisa nyicil dan kapan saja. Demikian juga orang tuaku, mulai uring-uringan dengan biaya pernikahan kami, ikut juga menekan kakakku untuk membantu biaya pernikahan kami. Untungnya, kakakku seorang anak yang penurut pada orang tua dan juga sayang sama adiknya.
SPIRITUALIS
Coba bayangkan, yang ingin jadi raja dan ratu sehari adalah kami berdua, kemudian resepsi pernikahan selama 2 kali merupakan rencana kami, tapi orang lain yang harus menanggung biaya, meski dia itu, kakakku sendiri. Meski hal ini menjengkelkan, tapi aku sudah terpesona dengan ketampanannya dan juga cintanya. Demikian juga orang tuaku sudah terlanjur sayang dengan calonku, karena dia mempunyai kemampuan seperti dukun, yang memang selama ini, orang tuaku selalu bergantung. Ya, memang orang tuaku jarang beribadah, beliau berdua lebih senang dan percaya dengan omongan yang berbau mistis. Dengan adanya calonku, orang tuaku sering meminta petunjuk spiritual kepadanya. Dan nasihat serta petunjuknya sering berhasil. Hal ini yang membuat orang tuaku semakin takjub dan kagum dengan kemampuan spiritual calonku. Mungkin juga hal ini yang membuat calonku cuek saja, dengan biaya pernikahan kami yang minim. Calonku merasa tersanjung karena mempunyai kemampuan spiritual lebih  dan itupun dikagumi oleh calon mertuanya. Namun sayang, calonku tidak mampu mendatangkan uang ghoib untuk biaya pesta pernikahan kami. Dia dengan entengnya hanya menjawab, pinjam saja sama kakakmu, masalah nanti bayarnya, mah gampang dan bisa diatur.
UTANG
Untungnya, kakakku tidak menganggap itu sebagai utang kami, justru dia malah senang bisa membantu adiknya menikah. Padahal kalau dipikir-pikir, utangku sama kakakku, sudah begitu banyak dan tak terhitung. Aku utang ini untuk itu, aku utang itu untuk ini, nanti aku bayar, nanti aku bayar, tapi hingga aku menikah, utang-utang itu belum satupun yang aku bayar sama kakakku. Kakakku diam saja, tidak tahu, mungkin dia lupa atau mungkin dia merelakan, atau mungkin dia malas menagih kepadaku. Karena selama ini, aku selalu pasang badan jika ada orang lain yang ingin menagih utang padaku. Apalagi kakakku, mungkin juga dia tidak berani menghadapi aku, karena aku akan bersikap lebih galak kepadanya.
UANG KONDANGAN
Pesta pernikahan kami yang pertama di rumah orang tuaku berlangsung sukses. Banyak tamu undangan yang datang. Terima kasih kakakku yang telah membantu biaya pernikahan kami berdua. Tapi ketika mau menginjak pesta pernikahan kami yang kedua, dirumah mertua, suamiku bingung, karena dana tidak ada. Akhirnya uang kondangan dari tamu-tamu, yang seharusnya menjadi hak orang tuaku, dipinjam suamiku untuk menambah dana pesta pernikahan kami yang kedua. Namun ternyata, setelah pesta pernikahan kami yang kedua selesai, uang kondangan itu tidak juga dikembalikan suamiku pada orang tuaku. Orang tuaku hanya geleng-geleng kepala, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya pasang badan buat suamiku. Sedang warung orang tuaku yang seharusnya akan dibangun lagi oleh suamiku, tidak pernah terwujud lagi. Akupun pasang badan lagi buat suamiku dengan alasan ini itu. Semenjak itu, praktis kehidupan orang tuaku disokong sepenuhnya oleh kakakku yang baik hati.
KELUH KESAH
Sedang aku, boro-boro mau membantu orang tua, setelah menikah aku lebih banyak berkeluh kesah mengenai sulitnya hidup pada orang tuaku. Untungnya orang tuaku selalu memahami aku sebagai anak bungsu. Jadi kehidupan kamipun disokong sebagian oleh kakakku. Karena orang tuaku selalu pintar bersandiwara memelas-melas di depan kakakku, meminta uang bulanan dinaikkan, dan aku tahu ada bagian dari uang itu yang akan diperuntukkan untuk aku. Kakakku orang yang tidak tegaan, apa yang menjadi keinginan orang tua selalu dituruti, apalagi anaknya yang momong orang tuaku.
GENGSI
Setelah menikah, aku tidak mau tinggal seatap dengan mertua. Karena dekat mertuaku, masih tinggal mantan pacarku, aku gengsi. Aku lebih memilih mengontrak. Padahal secara financial, sebenarnya tidak mendukung, tapi aku gengsi kalau harus menumpang di rumah mertua, lebih baik aku berkeluh kesah pada orang tuaku. Dan untungnya orang tuaku, selalu mengerti dengan cerita sedihku. Ketika anakku lahir, suamiku tak punya tabungan, ujung-ujungnya kakakku lagi yang datang bagai malaikat penolong. Segala biaya persalinan dia yang menanggung.
BUDI BAIK KAKAKKU
Meski sudah begitu banyak, bantuan yang kakakku berikan padaku, aku hanya menganggap sudah sewajarnyalah kakak membantu adiknya. Aku tak merasa harus membalas budi kebaikan kakakku tersebut. Utang suamiku pada kakakku, sebelum kami menikah, juga belum sempat kami lunasi. Padahal sudah sering orang tuaku mengingatkanku mengenai hal ini, suamiku dan aku hanya bisa menjawab, kalau memang tidak ada uang, mau bayar pakai apa. Orang tuaku hanya diam, tak berani berkata-kata lagi. Karena beliau tahu, aku akan lebih galak lagi. Dulu waktu aku masih gadis belum menikah, aku sering pinjam uang sama kakakku dan selalu aku bilang, nanti aku lunasi. Namun sekian banyak utang tak satupun yang aku lunasi. Ketika anakku sakit, aku juga sering pinjam uang padanya dan selalu kubilang nanti aku lunasi. Itupun sama, belum satupun utang kakakku yang aku lunasi.
PHK
Malapetaka datang, kakakku dan suaminya kena phk. Tidak lama kemudian, suamiku juga kena phk. Orang tuaku sedih bukan kepalang. Akupun juga sedih tak terhingga. Kakakku dan suaminya pulang kampung, dengan uang pesangon dia membeli rumah petakan pinggir jalan dekat orang tuaku. Dia mau membuka usaha warung sembako di rumahnya. Orang tuaku girang bukan main mendengar kabar kakakku dapat pesangon puluhan juta, beliau sudah pesan macam-macam pada kakakku, minta dibelikan emas sebagai tanda kenang-kenangan telah memomong anaknya, minta dibelikan kulkas karena kulkas lama sudah tidak dingin, minta ini minta itu. Sedang akupun dalam hati, hanya berharap semoga juga kecipratan rezeki pesangon dari kakakku.
PESANGON
Padahal nun jauh di hati dan pikiran kakakku, mereka berdua mungkin sedang pusing lebih dari 7 keliling. Karena harus memulai penghidupan dari nol lagi. Kami malah mengharap limpahan rezeki pesangon darinya.
Aku sebenarnya iri sama kakakku, karena mereka berdua mendapatkan pesangon dari tempat kerjanya. Sedang suamiku yang kena phk, tidak mendapat sepeserpun dari bekas perusahaannya. Seperti biasa, aku orang yang senang berkeluh kesah pada orang tua dengan kondisiku yang memprihatinkan, suami kena phk, jadi kontraktor (ngontrak rumah) dan tidak punya pesangon. Ibuku hanya diam mendengarkan keluhanku, tapi dari raut wajahnya aku tahu dia juga sedih memikirkanku. Hingga akhirnya, beliau hanya menyarankan supaya kami (aku, suamiku dan anakku) tinggal dengan beliau. Yang penting bisa neduh, kata beliau. Makan mah nanti gampang dicari. Aku senang dengan penawaran orang tuaku, setidaknya beban biaya kontrakkan tidak ada. Cuman, masih ada yang kurang. Suamiku tidak punya pekerjaan lagi. Hingga aku mengatakan kepada ibuku, bisa ga ya, aku pinjam uang sama kakak, kan pesangon dia banyak….berdua lagi, untuk beli motor buat suamiku ngojek. Entah bagaimana caranya ibuku ngomong sama kakakku, besoknya kakakku mengantarkan uang pinjaman buatku. Aku sich hanya bisa menjawab terima kasih kak, nanti kalau rumah warisan mertua laku, aku pasti lunasi. Padahal utangku sama kakakku sudah sedemikian banyaknya.
KERJA SERABUTAN
Sembari kadang ngojek di pangkalan, suamiku juga kadang ngobyek kerja serabutan, kadang jadi kuli bangunan, tukang listrik, calo jasa SIM/perpanjangan STNK, calo pasang listrik PLN dan juga masih menerima panggilan mengobati alternative/spiritual untuk hal-hal yang bersifat ghoib/mistis.
Aku yakin, orang tuaku masih sayang sama aku dan suamiku. Apalagi orang tua, orang yang masih percaya dengan hal-hal mistis ghoib dibanding agama. Tentu akan lebih sering berhubungan dan membutuhkan peran suamiku.
Ternyata menjalani kehidupan itu sulit, aku masih merasa serba kekurangan, karena penghasilan suamiku yang tidak menentu. Kadang kerja dan kadang juga nganggur. Herannya demi gengsi, aku masih bisa tiap minggu beli baju baru buat anakku, walau hanya beli di pasar malam. Aku masih bisa memakai cincin dan kalung emas. Sedang kakakku yang dapat pesangon, malah tidak memakai perhiasan, entah itu di lehernya, tangannya, jarinya bahkan di kupingnya. Ketika sedang ngetrendnya ipad, dengan modal KJP dan ketika penggunaan KJP belum ketat, aku bisa beli ipad walau merk abal-abal.


NIAT JAHAT
Kakakku sebenarnya orang sangat percaya sama orang, terutama adiknya. Dari sikapnya yang demikian, timbul niat jahatku terhadap kakakku. Apalagi sekarang kakakku juga percaya dengan hal-hal ghoib omongan suamiku. Hingga suatu ketika tercetus ide kami berdua (aku dan suamiku), bagaimana caranya mendapatkan uang dengan mudah untuk menambah penghasilan, dengan cara memperdayai kakakku.
MENJADI TUYUL
Kakakku sering pergi untuk mengajar di sekolah jadi guru honor, karena dia punya ijasah sarjana guru. Suaminya juga terkadang pergi belanja buat kebutuhan warungnya. Otomatis dia sering menitip anak dan kunci rumah (beserta kunci lemari-inilah keteledoran kakakku) pada orang tuaku. Hal ini yang kami manfaatkan untuk tujuan jahat kami. Ketika keadaan rumah kakakku sudah sepi dan kosong, karena mereka berdua pergi, aku minta kunci sama ibuku, aku pura-pura mau mencuci baju di rumah kakakku, karena disana memang ada mesin cuci dan juga ada sabun cuci gratis. Di rumah kakakku, aku memang betul-betul mencuci baju, namun ada kegiatan lain yang aku lakukan. Dengan berbekal kunci lemari, yang satu ikatan dengan kunci rumah, aku bisa mengobrak-abrik isi lemari kakakku juga laci warungnya. Karena dasarnya sudah ada niat jahat, biasanya yang aku ambil uang kakakku entah yang ada di lemarinya atau yang ada di laci warungnya. Bisa seratus ribuan atau dua ratus ribuan. Aku hanya mikir, uang pesangonnya kan masih banyak, kalau aku ambil sedikit pasti buat kakakku tidak berasa. Terkadang aku juga pulang membawa kopi dan gula  bahkan rokok buat suamiku yang hobi ngopi serta merokok, terkadang juga aku ambil sabun mandi atau sabun cuci dari warungnya yang gratis. Hal demikian ini sering aku lakukan hingga berulang kali.
CURHATAN KAKAKKU
Ternyata anggapanku diatas salah, kalau kakakku tidak akan merasa sering kehilangan uang,  suatu ketika kakakku curhat sama ibuku, dan akupun menguping pembicaraan mereka berdua, hingga aku buru-buru telepon suamiku dengan lirih, supaya tidak kedengaran mereka,  supaya suamiku cepat-cepat pulang. Kakakku cerita kalau dia sering kehilangan uang. Entah ada kekuatan dari mana, tiba-tiba aku muncul di hadapan mereka berdua dan berteriak (hingga membuat ibuku dan kakakku kaget): yang ambil itu TUYUL (tuyul adalah makhluk halus yang mempunyai tugas mengambil uang orang lain atas suruhan orang yang memeliharanya). Iya, yang ambil uang kakak itu Tuyulnya “si anu”, kemarin juga “si ini” kehilangan uang gara-gara tuyul (aku mulai mengarang cerita). Dan entah bagaimana dengan cepatnya, tiba-tiba suamiku bisa datang (pulang dari ngojek), langsung ikut menimpali pembicaraanku dengan semangat. Ibuku dan kakakku hanya melongo dan manggut-manggut mendengar cerita kami berdua (yang memang sebelumnya sudah kami rancang skenarionya). Dengan gayanya bak seorang dukun yang berwibawa, suamiku mulai melancarkan aksinya dengan cerita bombastis seputar tuyul. Entah bagaimana, Bapakku yang datang tiba-tiba juga ikut nimbrung dan mengiyakan cerita rekaan kami. Cerita kami berdua seputar tuyul telah menghipnotis dan merasuk dalam alam bawah sadar ibuku, bapakku dan kakakku. Mereka sangat percaya dengan cerita tuyul karangan kami. Hingga aku sering tahu posisi dimana kakakku menaruh uangnya. Tak hanya cerita tuyul saja yang kami sampaikan pada mereka, tapi kami juga menyarankan ini itu untuk menangkal tuyul itu datang lagi, padahal sebenarnya yang kami sampaikan itu hanya bohongan, untuk menutupi perbuatan jahat kami. Dengan cara uangnya ditaruh toples, dipindahkan tempat lokasiuangnya, uangnya di steples, uang dikasih bawang dan lain-lain. Namun semua itu sia-sia, karena tuyulnya aku sendiri, yang tahu tempat menaruh uangnya. Ketika kakakku laporan uang hilang lagi meski sudah ditangkal macam-macam, aku dan suamiku hanya bisa menjawab, kalau tuyulnya sudah canggih dan ilmu pemilik tuyul sudah sangat tinggi, kakakku dan suaminya hanya manggut-manggut dan melongo, padahal dalam hati kami berdua, lo berdua bego amat.
TIDAK CURIGA
Perbuatan itu sering kami lakukan hingga berlangsung lama, kakakku dan suaminya tidak menaruh sedikitpun curiga kepada kami. Pernah pada bulan puasa, ada uang kakakku sejumlah 1 juta yang tergeletak di dompet di dalam laci di kamarnya, tanpa menyia-nyiakan waktu aku ambil 500 ribu. Dari uang itu, aku bisa lebaran dan memberi ini itu pada orang tuaku walau tidak seberapa. Tak hanya uang yang aku ambil dari kakakku, cincin nikahku kakakku yang dia taruh dalam kotak juga ambil. Ketika dia bercerita kehilangan cincin, akupun bercerita dengan leluasa bohongnya. Kakakku hanya percaya saja. Aksi jahatku telah menghilangkan akal sehatku. Uang tabungan keponakanku (anak kakakku) juga aku ambil, aku juga mengubek-ubek isi tas sekolah keponakankku, walau hanya 10 ribu yang aku temukan, ketika anakku menumpang mandi di rumah kakakku, aku melihat ada uang 20 ribu tergeletak di meja, buru-buru aku ambil tanpa sepengetahuannya. Kebaikan kakakku selama ini seolah tak artinya buatku. Aku merasa apa yang aku lakukan selama ini, semata-mata karena kebutuhan hidup. Aku tahu itu salah dan menyakitkan. Aku telah mengkhianati kepercayaan kakakku. Tapi aku berkilah tak ada jalan lain. Karena ini jalan yang termudah mendapatkan uang, walau jalan itu salah. Dan aku selalu menganggap uang pesangon kakakku masih sangat banyak.
UJIAN TUHAN
Sebenarnya Tuhan sudah mengingatkan perbuatan jahatku ini, aku keguguran kandungan dan rahimku harus dikiret. Lagi-lagi kakakku yang menolong biaya tersebut. Dan tak ada seorangpun saudara-saudara iparku dari suamiku yang menolong biaya tersebut. Tak lama setelah peristiwa itu, dengan dalih cerita tuyul lagi, kembali aku mengambil uang kakakku untuk biaya ibuku yang mau ikut rombongan pengajiannya pergi ke suatu tempat dan beliau tidak punya uang. Aku ingin menjaga nama baikku dimata ibuku, untuk terus menjadi seorang anak yang royal pada orang tua, walau uang itu hasil dari curian.

URING-URINGAN
Semenjak kakakku tidak bekerja lagi, orang tuaku uring-uringan, karena kakakku tidak lagi memberikan uang bulanan yang lebih dari biasanya. Segala keinginan orang tuaku, jarang lagi terpenuhi oleh kakakku, bahkan mungkin tidak pernah terpenuhi lagi. Orang tuaku mulai menunjukkan sifat aslinya, kakakku sering di jelek-jelekkan di hadapan tetangga, kalau kakakku orang yang kikir dan pelit terhadap orang tua. Akhirnya semua orang tetangga memandang kakakku sinis.
GURU HONORER
Aku menduga sebenarnya kakakku tidak pelit, tapi dia ingin mengerem pengeluarannya. Mungkin saja warung sembakonya sedang sepi. Dan aku tahu dari temanku kalau gaji guru honorer sangatlah kecil, masak hitungan honor guru yang lulusan sarjana tidak masuk akal, masih kalah dari gaji UMR buruh pabrik yang hanya lulusan sekolah lanjutan atas. Misal 1 jam mengajar dihitung 20 ribu, dalam seminggu guru honorer mengajar ada 15 jam maka honor dia sebulan hanya 300 ribu ( 20 ribu X 15 jam). Ditambah uang transport misal 1 hari 10 ribu, jika dalam seminggu ada 3 hari mengajar, maka uang transport guru honor sebulan 12 hari X 10 ribu = 120 ribu. Jadi total honor sebulan yang guru honorer terima hanyalah 420 ribu. Miris sekali! Tapi pemerintah seakan tidak ada perhatian, hanya dulu pernah ada ucapan prihatin dari Anies Baswedan kala jadi Mendikbud, dan itupun hanya sekedar keprihatinan saja tanpa ada tindak lanjut konkrit untuk mensejahterakan guru honorer.
PENIPUAN SERTIFIKAT TANAH
Kemudian pernah suatu ketika, ada pembuatan sertifikat tanah “Larasita BPN” yang dikoordinir oleh pihak kelurahan, dengan melalui perpanjangan tangan Ketua RT/RW. Melihat banyak tetangga dan juga termasuk kakakku ikut program tersebut, orang tuaku jadi uring-uringan karena ingin sekali rumahnya mempunyai sertifikat, namun apa daya biaya tidak ada. Dari teman suamiku aku mendapat cerita, setelah 2 tahun berjalan dan tidak ada kelanjutannya, ternyata program tersebut hanyalah penipuan yang dilakukan seorang oknum yang bekerja sama dengan lurah yang saat itu akan pensiun (supaya kelihatan resmi, tentunya dengan berkoordinasi dengan Ketua RT/RW dibawahnya).  Dari sekian uang yang disetor pada Ketua RT/RW untuk “program Larasita BPN” tersebut (untuk biaya pengukuran dan biaya surat-surat), hanya 50 % yang dikembalikan pada warga yang terdaftar. Dan dari cerita yang beredar, oknum tersebut kabur dengan membawa uang hasil penipuannya, yang tersisa hanyalah rumah sitaan dan mobil sitaan milik oknum tersebut,  yang akhirnya dijual untuk menanggung kerugian warga terdaftar. Sedang lurah yang dulu ikut mengurus, ternyata sekarang sudah jadi mantan lurah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sangat disayangkan, seorang pejabat kelurahan yang tertinggi ternyata tidak bisa memilah-milah antara oknum jahat dengan petugas BPN yang sesungguhnya, kecuali kalau yang ada dalam pikirannya hanya sebatas fee keuntungan materi dari hasil pengurusan sertifikat tanah/rumah. Demikian juga Ketua RT/RW ternyata mempunyai pola pemikiran yang sama dengan lurahnya dan akibatnya tentu saja warga masyarakatnya sangat dirugikan dengan pola kepemimpinan seperti ini. Orang tuaku yang mendengar berita ini, hanya berucap syukur dulu tidak ikut program itu, beliau tidak merasa prihatin atau kasihan dengan kondisi kakakku yang ikut menjadi korban penipuan dari program tersebut.
MASA BODOH
Tinggal menumpang sebenarnya tidak enak, meski dirumah orang tua sendiri. Cuman aku sedikit menyayangkan sikap suamiku yang cuek dan masa bodoh. Pernah mesin air di rumah orang tuaku rusak, akhirnya orang tuaku berdua mengambil air dengan ember bolak-balik ke rumah kakakku. Suamiku yang siang biasanya ada dirumah, cuek saja melihat mertuanya ambil air dengan ember. Membantupun tidak, hanya duduk sambil merokok dan ngopi. Padahal air itu, nantinya juga ia dan anakku pergunakan untuk mandi. Demikian juga aku, aku hanya diam saja tidak berani menegur suamiku. Peristiwa itu berlangsung berhari-hari, kakakku tidak tahu karena mereka sedang pulang kampung. Ketika mereka balik dan melihat kondisi itu, akhirnya mereka membelikan selang, untuk membantu meringankan beban orang tua supaya tidak kelelahan mengangkat air. Aku dan suamiku sebenarnya ada uang untuk membeli selang, namun kami merasa sayang untuk mengeluarkan uang tersebut.
TERBONGKAR
Ibarat pepatah, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Pepatah itu, berlaku juga pada diriku yang saat itu sedang hamil muda anak ketiga. Pada suatu waktu seperti biasa kakakku dan suaminya pergi, anak dan kunci rumah dititipkan pada orang tuaku. Seperti biasa, aku pura-pura pinjam kunci pada orang tuaku dengan alasan mau menyuci baju di rumah kakak, karena disana ada mesin cuci. Dan selama ini orang tuaku juga tidak curiga dengan aktivitasku, orang tuaku juga tidak curiga dengan keluhan kakakku yang masih sering kehilangan uang. Ketika sudah membuka pintu rumah kakakku, saat akan mau menuju lemarinya, aku baru sadar ternyata kunci lemarinya sudah tidak ada lagi dan tidak satu ikatan dengan kunci rumah. Seketika juga mukaku marah, akupun mengucap sial. Tanpa disangka mataku tertuju pada sebuah handphone Nokia E-63 yang tergeletak manis diatas kasurnya. Ga dapat uang ga pa pa, handphone ini bisa dijual dan jadi duit, pikirku dalam hati. Namun entah mengapa, kok aku tiba-tiba ingin membuka isi handphone tersebut. Untung hp-nya tidak dipassword, jadi rasa kepoku yang tinggi, penasaran ingin mengetahui apa isi smsnya. Kubuka folder sms, ternyata ada beberapa percakapan sms tentang konsultasi masalah tuyul dengan seseorang mungkin teman kakakku. Hingga pada 1 sms yang membuatku berpeluh gemetar, yang isinya, kenapa tidak direkam saja, nanti ketahuan uangnya diambil tuyul atau bukan. Dan dengan cepatnya, jariku sudah berpindah pada folder video di hp-nya. Ketika kubuka, ada beberapa video rekaman aksiku sedang mengambil uang kakakku. Nafasku makin memburu, peluh keringat makin mengucur dan menetes, dan tanpa disadari dibelakangku sudah berdiri kakakku dan suaminya memperhatikan polahku, sedang tanganku masih memegang hp-nya dan akupun kaget. Tanpa berkata-kata lagi, langsung aku taruh hp itu dan pergi meninggalkan mereka berdua dan ember cucianku.

AKU KENA KARMA
Sejak peristiwa itu, kakakku dan suaminya tidak pernah menegor kami. Mereka berdua hanya bicara seperlunya saja. Dan mereka tidak pernah pula menitipkan kunci rumahnya lagi. Justru yang sewot orang tuaku pada kakakku, seakan-akan kakakku menuduh adiknya sendiri yang sering mengambil uangnya. Dan akupun hanya bisa mengomporinya. Aku dan suamiku tidak pernah merasa bersalah. Kami juga tidak merasa malu apabila bertemu dengan dengan kakakku dan suaminya. Seakan-akan muka kami sudah dilindungi tembok tebal yang aman untuk menutupi kebobrokan sifat kami berdua. Entah karma dari perbuatan jahatku atau bagaimana, dalam kondisi hamil tua aku sakit parah hingga tidak bisa bangun, hari-hariku hanya berbaring ditempat tidur. Untungnya anakku lahir dengan selamat, walau harus di incubator lama. Dan akupun memerlukan waktu lama untuk normal dan sehat lagi.
MAAF
Hingga kini, aku dan suamiku tidak pernah meminta maaf pada kakakku dan suaminya atas perbuatan konyol kami. Kami merasa, meminta maaf dihari lebaran sudah mewakili permohonan maaf kami. Jadi kami tidak perlu meminta maaf secara khusus pada kakakku atau pada Tuhan. Kami yakin, perbuatan kami sudah diketahui oleh kakak dan suaminya dari video di hp-nya. Demikian juga orang tuaku, hingga detik ini tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Yang dia tahu, dulu memang ada tuyul di rumah kakakku dan kakakku menuduh kami berdua yang jadi tuyul. Padahal itulah yang sebenarnya terjadi. Untungnya kakakku bukanlah seorang yang usil, kalaupun kakakku bercerita yang sesungguhnya, aku yakin orang tuaku tidak akan bakal mempercayainya. Karena aku yakin, kami berdua masih jadi kesayangan mereka berdua. Dan orang tuaku hingga kini masih merasa kasihan dengan kondisi kehidupan kami.
SUAMIKU KENA KARMA?
Lain halnya dengan suamiku, entah karma atau keturunan, kulitnya sekarang menjadi bercak-bercak putih. Terkadang aku malu dengan kondisi suamiku. Tapi bagaimana dia masih suami sahku dan juga bapaknya anak-anakku. Kemana-mana suamiku sekarang memakai jaket atau baju/kaos lengan panjang untuk menutup kulitnya yang bercak-bercak putih.
WARISAN DAN BAYAR HUTANG
Rumah mertuaku sudah laku, suamiku sudah mendapat bagian warisannya. Kamipun membangun rumah petakan kecil-kecilan yang jauh dari orang tuaku. Dulu aku pernah sesumbar sambil nangis-nangis dihadapan orang tuaku dan juga kakakku, kalau dapat warisan maka segala hutang kakakku yang sudah menumpuk pasti aku bayar. Setelah warisan mertua telah dibagi dan aku berhasil membangun rumah, ternyata tidak ada sisa uang untuk membayar hutang. Kalau secara akal sehat, seharusnya aku dan suamiku malu, tapi hal tersebut tidak berlaku bagi kami. Kami merasa tidak perlu malu. Kalau memang tidak ada uang untuk melunasi hutang, mau bagaimana lagi? Jadi kami jangan dipaksa. Utang kami banyak dan menumpuk, tidak hanya utang pada kakak saja, kami juga masih berhutang pada yang lain-lain. Aku tahu kakakku kecewa dengan sikapku, tapi mau bagimana lagi? Hingga aku pernah terucap omongan, kenapa dulu mau memberi pinjaman pada kami, lebih baik kami hutang sama bank keliling saja! Padahal kalau secara logika akal sehat, kalau pinjam sama bank keliling, cara menagihnya akan lebih kejam lagi. Dan aku beruntung meminjam uang sama kakakku yang bukan seorang bank keliling maupun juga bukan seorang debt collector. Kakakku masih punya hati dan perasaan, sedang aku dan suamiku, hati dan perasaan kami sudah beku.
RUMAH BARU DAN KARMA LAGI
Senang rasanya punya rumah baru, meski kecil tapi sudah milik sendiri. Terasa cukup buat sekedar neduh dari panas matahari dan dinginnya air hujan.  Aku yang dulu membayangkan dapat warisan banyak dari mertua, ternyata tidak seindah yang aku bayangkan. Rumah baruku hanya sekedar rumah tempat meneduh, tak ada gemerlap kemewahan. Sebenarnya kamipun juga tertipu oleh ulah saudara jauh dari suami. Mereka bersedia membangunkan rumah sesuai keinginan kami dan kamipun juga sudah menyerahkan sejumlah uang sesuai permintaan mereka. Namun kenyataannya, rumah kami hanya berdiri dan tertutup saja. Saudara jauh suami hanya berkilah, uangnya tidak menyukupi jika rumahnya harus rapi. Yang penting kan sudah berdiri dan tertutup oleh atap, pintu serta jendela, kilah mereka lagi. Kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang hanya sekedar perjanjian lisan, tidak ada perjanjian tertulis. Kalaupun ada perjanjian tertulis juga percuma, karena mereka, saudara suami akan lebih mengandalkan urat dan otot saja.
DITAGIH PEMASANG LISTRIK
Dulu suamiku sebagai calo, sering mendapatkan order memasangkan listrik baru melalui PLN. Tapi kepercayaan dari pemasang, selalu kami salah gunakan. Uang yang seharusnya kami setor pada PLN untuk memasang listrik baru, malah kami pergunakan untuk menambal keperluan kehidupan kami. Bahkan dari para pemasang, suamiku sering meminta uang lunas, dengan dalih supaya cepat diurus. Dan para pemasang listrik baru dengan senang hati memberikan uang lunas, dengan harapan listrik barunya segera di pasang. Padahal nun jauh disana, di rumah orang tuaku, banyak orang yang sudah meminta dipasang listrik barunya pada suamiku, sering bolak balik menanyakan pada orang tuaku dengan cara baik-baik hingga dengan cara marah-marah. Karena apa yang dijanjikan suamiku pada mereka tidak terbukti. Tentu saja, orang tuaku tidak tahu menahu persoalan itu. Ada yang sudah lunas membayar pasang listrik baru untuk 24 pintu, tapi oleh  suamiku baru terpasang 4 pintu. Tentu saja, orang itu menanyakan, kenapa lama? Ketika kami berkunjung ke rumah orang tuaku, tentu saja beliau menanyakan pada kami, masalah complain orang yang pasang listrik baru. Suamiku hanya berkilah, orang tersebut tidak sabaran dan proses membutuhkan waktu lama. Sebagai orang awam, orang tuaku hanya manggut-manggut saja dan membenarkan omongan suamiku. Padahal proses pemasangan listrik baru di PLN sebenarnya sangatlah mudah dan tidak memerlukan jasa calo. Hanya kebiasaanlah yang berlaku dan sudah tertanam di masyarakat, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan instansi pemerintah mesti membutuhkan jasa calo untuk mempermudah proses pengurusan. Jadi selama Indonesia, warga masyarakatnya masih berlaku pola pemikiran seperti itu, maka akan membutuhkan waktu lama menuju sebuah negara yang modern.
PENIPUAN PULSA
Puasa Bulan Romadhon 1438 H sebentar lagi, aku tidak berharap terlalu banyak. Karena memang tabungan tidak ada. Hidupku hanya mengalir saja. Kalau ada yang kasih uang buat beli beras ya syukur. Kalau tidak ya sudah. Pengin banget punya uang banyak, bisa beli ini, bisa beli itu. Akupun hanya mengkhayal. Jika uangku banyak apa-apa beli bisa kebeli. Kalung, cincin dan anting-anting masih menghiasi tubuhku, tak akan pernah aku lepas untuk menambal kehidupan kami. Sebentar lagi juga mau lebaran. Andai dulu, cerita tuyulku tidak terbongkar, mungkin aku masih bisa mengambil uang kakakku sebanyak-banyaknya. Beras tidak perlu beli, karena di warung kakakku beras dagangannya sangat berlimpah. Namun semua itu sudah berlalu. Dan kakakku pun sekarang sudah tidak lagi disini, mereka telah pulang ke kampong suaminya. Rumahnyapun disini juga sudah dijual. Akupun terkadang biasa saja dengan peristiwa itu, kadang menyesal dan terkadang tidak. Hidup miskin dan tidak punya uang banyak, sangat tidak enak. Segalanya terbatas. Pikiranku sedang ruwet sambil mengkhayal membayangkan dapat uang banyak. Ketika sedang bengong dan melamun, tiba-tiba sms berbunyi, password no hp anda xxxxx mohon jangan disampaikan pada pihak lain. Tidak lama kemudian dalam hitungan detik, ada yang telepon, menyampaikan berita bahwa aku termasuk salah pemenang undian XL dengan hadiah pulsa sekian juta dan bonus pulsa sekian ratus ribu. Diujung telepon orang yang mengaku dari marketing manajemen XL meminta password no hp-ku, sebagai syarat verifikasi untuk pencairan hadiah uang dan bonus pulsa. Aku yang dari tadi sedang pusing memikirkan kalau punya uang banyak, mendapat berita tersebut serasa mendapat limpahan rezeki dari langit. Tanpa menaruh curiga sedikitpun, password hp-ku aku berikan. Kemudian orang itu juga memintaku untuk mengisi pulsa di no hp-ku sendiri, sekian ratus ribu sekarang juga. Tanpa menunggu lama, akupun pergi ke konter pulsa dan mengisi pulsaku sendiri. Untung didompetku masih tersimpan uang sekian ratus ribu, untuk persiapan menjelang puasa. Tak lama lagi, orang tersebut menelepon lagi, dan menanyakan apakah aku sudah mengisi pulsa, tentu dengan senang hati dan riang gembira aku jawab sudah. Bayanganku sudah melambung tinggi ke awan-awan. Sedang pusing memikirkan uang, tiba-tiba dapat hadiah uang sekian juta ditambah bonus pulsa lagi. Wow betapa indahnya hidupku. Aku sudah membayangkan uang hadiah itu akan aku belikan ini dan itu. Namun dalam hitungan menit, khayalanku itu sirna, tiba-tiba aku merasakan ada keganjilan, ketika aku cek saldo pulsaku ternyata 0 rupiah. Aku tersadar, aku telah tertipu. Lemes dan makin puyeng kepalaku. Berharap dapat hadiah uang gratis malah ketipu. Nasib o ya nasib. Besoknya aku baru mendapatkan jawaban, kenapa aku bisa tertipu? Selama ini, setiap ada sms abal-abal yang memberitahuku, bahwa aku mendapat hadiah bla-bla-bla dari undian, selalu aku cuekin. Meski hidupku penuh dengan kemiskinan, namun aku tak terperngaruh dengan sms-sms semacam itu. Cuma, herannya sekarang kenapa aku yang bernasib sial, tertipu oleh sindikat penipuan pulsa lagi! Mungkin saja kemiskinanku sudah mencapai tingkat akut hingga memerlukan infus kekayaan yang percuma. Ternyata aku salah satu korban penipuan pulsa XL dengan cara, si penipu masuk dan login di MyXL dengan password yang aku berikan.
PENUTUP
Demikian kisah hidupku, dengan sedikit modifikasi, semoga menjadi bahan renungan dan instrospeksi buat diriku, semoga juga berguna buat orang lain yang membaca. Jangan ambil sisi negatifnya, tapi ambil hikmah serta pelajaran buat menapak kehidupan yang lebih bahagia dan bermartabat disisi Tuhan.